Sunday, February 18, 2018

Love is hurts

Sebuah Ibrah Tentang Cinta
Malam ini, saya sedang sibuk mengetik di depan laptop ketika ada sebuah sms masuk ke hape saya. Dari seorang sahabat, yang kebetulan adalah Ustadz saya tempat saya menimba ilmu. Beliau memulai sms itu dengan pertanyaan yang sulit dijawab: Sibuk atau tidak, tanya beliau. Saya jawab diplomatis, bisa iya bisa tidak (hehehehehe, soalnya pertanyaan itu artinya pasti mau minta tolong, dan mana ada seorang murid yang mampu menolak permintaan tolong Ustadznya, meski sedang sesibuk apapun).
Berlanjut sms-an dengan beliau, ternyata beliau meminta saya menuliskan sebuah kisah yang cukup mengerikan, agar menjadi ibrah bagi pengemban dakwah lain. Mengerikan karena ini kisah tentang akhwat pengemban dakwah, yang terjerumus ke lubang biawak maksiat, hanya dikarena satu hal : C.I.N.T.A (bolehlah kalau mau mengejanya dengan nada milik band metal –melayu total- D’Bagindaz.)
Hm, masih berbau-bau bulan Februari dengan tanggal khasnya, 14 (Hayo hari apa itu ? jawab aja hari Rabu, wkwkwkwkwk). Jadi masih sangat cocok untuk membahasnya sekarang. Bagaimana kisah selanjutnya ? Saya akan uraikan dibawah berikut.
Alkisah ada seorang perempuan hebat asal Bumi Wali dikenal memiliki ilmu agama yang baik. Bacaan Al Quran nya istimewa, suaranya ketika membaca Al Quran-pun mampu meluluh lantakkan setiap hati pendengar yang haus akan keindahan Al Quran. Hanya, dia belum mengenal aktivitas dakwah, sebelum kemudian ada seorang ustadzah yang mengontaknya dan mengubah cara pandangnya terhadap masalah keumatan.
Dalam sekejap, seperti sebuah intan yang baru digosok, berubahlah perempuan ini menjadi sosok yang aktif dalam dakwah. Perhatiannya terhadap umat begitu kuat, aktivitasnya setiap hari adalah dakwah, status-status FB-nya indah menggetarkan hati, dan tentu saja, cara berpakaiannya serta merta berubah, begitu anggun, begitu tertutup, kerudung panjang dan jilbab yang lebar.
Dia begitu larut dalam dakwahnya, hingga sebuah godaan datang. Godaan yang bagi perempuan-perempuan yang tidak aktif dalam dakwah, adalah hal yang biasa. Apa itu ? berkenalan dengan seorang cowok “gaul”. Yah, mirip-mirip masbrow yang di sinetron. Dialah yang mampu sedikit mengusik perhatian perempuan yang kini telah menjadi “akhwat” ini dari aktivitas keumatan. Mereka berinteraksi, mungkin awalnya diskusi-diskusi, makin akrab, makin dekat, makin mesra, hingga kemudian, sudah susah dibedakan antara interaksi itu dengan term “pacaran”. Tentu saja, ketika diingatkan teman-temannya, akhwat ini berdalih, taaruf, meski lebih cocok disebut pacaran “islami” (sori, gak nemu istilah yang tepat. Maksud saya adalah, pacaran yang diawali dengan diskusi-diskusi keislaman).
Selanjutnya, seperti kisah di sinetron kejar tayang, hubungan mereka sudah makin gak bisa disebut taaruf. Makin gak jelas, mana taaruf, mana diskusi, mana pacaran. Puncaknya, tibalah waktu yang dirasa perlu oleh Ustadzahnya turun tangan. Diingatkan sekali, Cuma ngangguk, dingatkan dua kali, Cuma mesem, diingatkan tiga kali, putuslah sudah. Ngajinya dihentikan.
Sayangnya, peringatan yang sangat keras ini, (dihentikan ngaji itu peringatan keras loh sodara-sodara, karena itu berarti Antum bikin kesalahan syariah yang berat!) ditanggapi dingin oleh sang akhwat. Pelan-pelan tapi pasti, ideologinya mulai luntur. Ketaatannya pada syariah makin merosot, diawali dengan berhenti ngaji, kemudian berlanjut luntur pula kerudung panjang dan jilbabnya. Kembali lagi ke kerudung seksi menggoda. Status –status Fbnya jadi sok romantis, cinta-cintaan melulu. Sungguh jauh berbeda dengan status yang dia buat ketika masih aktif ngaji. Belakangan, kerudungnya ikut lepas, baju panjangnya pun lepas, berganti dengan u can see (my ketiak) dan hot pants.
Dengan tidak lagi ada pengawasan dari teman-teman dakwah dan Ustadzah, akhwat yang telah luntur ini, makin jatuh kepelukan cowok “gaul” tadi. Udah gak ada lagi belenggu – belenggu yang menghambat kebebasan berinteraksi sebagaimana dirasakannya dulu, makin cinta, makin mabuk kepayang, makin intens, makin terbudakkan oleh nafsu, daaaaannnn, laluuuuu, (astaghfirllah hal adzim)... hamil diluar nikah.
Doer!!!!! Kaget, buanget!!! Hanya saja, kemudian terjadilah hal yang paling klise. Bukannya “tanggung jawab” (lagi-lagi terpaksa pake term itu. Meski sebenarnya gak setuju . Gimana bisa dikatakan tanggung jawab kalo beraninya ngehamilin di luar nikah ? Tanggung jawab itu menikahi dulu bukan menghamili dulu. Setuju ?) si cowok itu malah menghilang tak tentu arahnya.
Tinggallah si akhwat ini, meratapi apa yang telah terjadi. Kalau kata Bondan Prakoso dan Fade 2 Black, Ya Sudahlah. Menyesal memang selalu di akhir cerita. Dan, kayaknya gak perlu saya tulis disini kelanjutan ceritanya, karena toh yang perlu menjadi ibrah bagi kita adalah bagaimana kita harus hati-hati dalam menghadapi godaan-godaan. Gharizah Nau, atau Cinta tadi, memang sesuatu yang sudah built in didalam tiap manusia. Tapi ketika kecintaan kita kepada lawan jenis itu melebihi cinta kita kepada Allah dan RasulNya, maka siap-siaplah cinta semu itu menerkam kita kedalam jurang kerusakan dan kebinasaan.
Tak lupa, di akhir kisah ini, mari kita doakan semoga akhwat tadi itu kembali ke jalan yang lurus, dan kembali menyadari jati dirinya sebagai muslimah yang harus taat kepada Allah dan RasulNya.
Aamiin....
(Based Upon The True Story 2011, ditulis, diedit dan sedikit di dramatisir menjadi kisah oleh Irfan Abu Jundi)

No comments:

Post a Comment