Tuesday, January 30, 2018

Moslem first group

#SirohNabiMuhammadﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ
DARI “SEL PERTAMA”
HINGGA TERBENTUK “JAMAAH DAKWAH”
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
Saat usia Muhammad saw. telah memasuki 40
tahun, setelah sebelumnya, sejak umur 38 tahun,
melakukan uzlah di Gua Hira’, untuk melakukan
tahannuts, momentum yang luar biasa itu pun
datang. Jibril yang saat itu menyapanya, dalam
satu riwayat menyebutkan di dalam mimpi, dan
dalam riwayat lain, ketika terjaga. Saat itu, Jibril
memerintahkan kepadanya, “Bacalah, wahai
Muhammad!” Baginda saw. menjawab, “Aku
tidak bisa membaca.” Permintaan yang sama
diulanginya hingga tiga kali, dan baginda saw.
tetap dengan jawaban yang sama.
Jibril pun mengajarinya membaca, “Iqra’ bismi
Rabbika al-Ladzi khalaq..” [Bacalah dengan
menyebut asma Tuhanmu, yang telah
menciptakan]. Saat itu, Muhammad saw. pun
menirukannya. Itulah ayat dan surat pertama
yang diturunkan oleh Allah kepadanya melalui
Jibril as. Dengan turunnya Q.s. al-‘Alaq ini
menandai diutusnya Muhammad saw. sebagai
Nabi. Setelah itu, baru Allah turunkan Q.s. al-
Mudatstsir, yang menitahkan pengukuhannya
sebagai Rasul. Dengan demikian, resmilah
Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul.
Setelah peristiwa itu, Nabi Muhammad saw. pun
naik di atas bukit Shafa, sebagaimana dituturkan
oleh Ibn Atsir, dalam kitabnya, al-Kamil fi at-
Tarikh, menyampaikan pidato pertama, “Wahai
kaum Quraisy, sesungguhnya seorang
pemimpin itu tidak akan pernah membohongi
orang yang dipimpinnya. Percayakah kalian, jika
aku katakan bahwa di balik bukit itu ada kuda
yang berlari?” Mereka pun menjawab, “Percaya.”
Nabi saw. melanjutkan, “Apakah kalian percaya,
jika aku sampaikan bahwa aku adalah Nabi yang
diutus oleh Allah kepada kalian?” Inilah pidato
pertama kali yang disampaikan oleh Nabi saw. di
atas bukit Shafa.
Dalam riwayat lain, Nabi saw. naik di atas bukit
Ajyad, seraya mengatakan, “Wahai kaum
Quraisy, ucapkanlah satu kata, yang jika kalian
sanggup memberikannya, maka seluruh bangsa
Arab akan tunduk kepada kalian, dan orang-orang
non Arab akan membayar jizyah kepada kalian.”
Mereka bertanya, “Gerangan apakah satu kata
itu?” Nabi saw. menjawab, “Ucapkanlah, Lailaha
illa-Llah Muhammad Rasulullah.” Itulah inti, ruh
dan rahasia ajaran dan risalah yang dibawa dan
diemban oleh Rasulullah saw. Itulah akidah Islam,
yang merupakan ideologi dan kaidah berpikir
yang digunakan oleh Nabi saw. untuk
membangkitkan bangsa Arab.
Karena itu, Nabi Muhammad saw. merupakan sel
pertama [hilyah ula] dalam dakwah Islam, dan
orang pertama yang mendapatkan petunjuk
tentang Islam dan ideologinya. Setelah itu, Nabi
Muhammad pun mengajak isteri tercintanya,
Khadijah binti Khuwailid ra. untuk memeluk
Islam, sebagaimana yang diyakini suaminya.
Khadijah pun memeluk Islam di hadapan
suaminya. Khadijah pun menjadi sel kedua dalam
dakwah ini. Setelah itu, Nabi saw. pun mengajak
teman baiknya, Abu Bakar as-Shiddiq ra untuk
memeluk Islam. Dia pun menyambut baik ajakan
sahabat karibnya itu. Setelah Abu Bakar meyakini
Islam, sebagaimana keyakinan sahabat karibnya
itu, maka Abu Bakar itu menjadi sel ketiga.
Begitu seterusnya, sampai sel-sel tersebut
berkembang, lalu dihimpun oleh Nabi saw. dalam
sebuah halqah. Abu Bakar, adalah orang yang
sangat mudah bergaul dengan orang, dan
banyak teman. Karena itu, melalui Abu Bakar
inilah, beberapa orang Quraisy yang kemudian
menjadi sahabat Nabi, mendapat hidayah, dan
akhirnya masuk Islam. Mereka adalah
‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin ‘Affan,
‘Utsman bin Madh’un, Thalhah bin ‘Ubaidillah,
Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin al-‘Awwam,
dan sebagainya. Sel-sel sebelumnya pun dibentuk
menjadi halqah ula [halqah pertama].
Setelah terbentuk halqah pertama, maka
terbentuklah halqah kedua, ketiga dan seterusnya.
Mereka dibina, baik secara langsung oleh
Rasulullah saw. maupun tidak langsung, melalui
orang-orang yang terlebih dulu masuk Islam, dan
ditugaskan Rasul untuk membina halqah-halqah
ini. Ini seperti yang dilakukan oleh Nabi saw. saat
mengutus Hubab bin al-Art untuk mengisi di
rumah Sa’id bin Zaid dan Fatimah, adik kandung
‘Umar bin al-Khatthab. Sementara ‘Umar sendiri
saat itu belum masuk Islam. Pembinaan -
pembinaan ini berlangsung di rumah-rumah, di
dekat bukit Shafa, bahkan kadang di dekat Ka’bah.
Pembinaan-pembinaan dalam bentuk halqah,
atau kelompok kecil ini dilakukan secara intensif.
Materinya bisa dilihat pada ayat-ayat yang
terkandung dalam surat Makkiyah. Isinya tentang
akidah, mengkritisi praktik muamalah yang rusak
di tengah masyarakat, dan bagaimana
seharusnya menurut Islam. Selain pembinaan-
pembinaan intensif dalam halqah, mereka juga
dikumpulkan oleh Nabi saw. di rumah al-Arqam
bin Abi al-Arqam, yang letaknya di bawah lereng
bukit Shafa.
Pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh Nabi
saw. dan para sahabat ini pun sembunyi-sembun
yi. Ketika mereka hendak menunaikan shalat,
mereka pun harus menunaikannya dengan
sembunyi-sembunyi, sampai di lembah-lembah
di sekitar Makkah. Pernah suatu ketika, waktu itu
Sa’ad bin Abi Waqqash sedang mengerjakan
shalat, tiba-tiba ada orang Kafir yang
menertawakan shalat Sa’ad, maka selesai shalat,
orang itu pun dipukul oleh Sa’ad dengan tulang
unta hingga terkapar bermandikan darah, dan
akhirnya meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi,
sebelum dakwah Nabi saw. dan para sahabat
dilakukan secara terbuka.
Hanya saja yang perlu dicatat, jika aktivitas
mereka dilakukan sembunyi-sembunyi, tidak
berarti bahwa dakwah mereka lakukan dengan
sembunyi-sembunyi. Tentu tidak. Karena dakwah
harus tetap terus terang, terbuka, menantang,
dan agresif. Itulah ciri khas dakwah. Namun,
ketika itu yang disembunyikan adalah organisasi
[kutlah] dan orang-orang-nya. Saat itu, orang-
orang yang memeluk Islam didominasi oleh
anak-anak muda, yang usianya 20 tahun ke
bawah.
Lihat saja, ‘Ali bin Abi Thalib umurnya ketika itu
baru 8 tahun, Zubair bin al-‘Awwam 8 tahun,
Thalhah bin ‘Ubaidillah 11 tahun, al-Arqam bin Abi
al-Arqam 12 tahun, ‘Abdullah bin Mas’ud 14
tahun, Sa’id bin Zaid 20 tahun kurang, Sa’ad bin
Abi Waqqash 17 tahun, Mas’ud bin Rabi’ah 17
tahun, Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun, Shuhaib ar-
Rumi 20 tahun kurang, Zaid bin Haritsah 20 tahun
pas, ‘Utsman bin ‘Affan 20 tahun pas, Thalib bin
‘Umair 20 tahun pas, Hubab bin al-Art 20 tahun
pas, ‘Amir bin Fakhirah 21 tahun, Mush’ab bin
‘Umair 24 tahun, al-Miqdad bin al-Aswad 24
tahun, ‘Abdullah bin Jahsy 25 tahun, ‘Umar bin al-
Khatthab 26 tahun, Abu ‘Ubaidah al-Jarrah 27
tahun, ‘Utbah bin Ghazwan 27 tahun, Abu Bakar
as-Shiddiq 37 tahun, dan begitu seterusnya.
Rata-rata usia mereka masih muda. Mereka ini
dibina secara intensif oleh Nabi saw. secara
sembunyi-sembunyi, dari rumah ke rumah, atau
di tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh
Nabi. Meskipun dakwah menyampaikan
pemikiran dilakukan secara apa adanya, terbuka,
dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Setelah proses
pembinaan yang dilakukan oleh Nabi saw. ini
dianggap matang, dan mereka pun siap
mengemban dakwah keluar secara lebih terbuka,
ofensif dan menantang, ditambah dengan masuk
Islamnya dua orang yang menjadi Ahl an-
Nushrah, yaitu ‘Umar bin al-Khatthab dan
Hamzah bin ‘Abdul Muthallib, maka Allah pun
turunkan Q.s. al-Hijr, “Sampaikanlah secara
terbuka apa yang telah dititahkan kepadamu, dan
tentanglah orang-orang Musyrik.”
Setelah itu, Nabi saw. dan para sahabat, berbaris
dan melakukan thawaf, mengelilingi Ka’bah,
dalam dua shaf. Satu shaf dipimpin oleh ‘Umar
bin al-Khatthab, dan satu shaf lagi dipimpin oleh
Hamzah bin ‘Abdul Muthallib. Peristiwa ini terjadi
setelah turunya Q.s. al-Hijr, pada tahun ke 3
kenabian. ‘Umar bin al-Khatthab dan Hamzah
masuk Islam, dalam kitab al-Mulk wa al-Umam,
karya at-Thabari, disebutkan tahun ke 5 kenabian.
Dengan demikian, peristiwa ini kemungkinan
besar dilakukan tahun ke 5 kenabian, sekaligus
menandai era baru, Tafa’ul ma’a al-ummah
[interaksi dengan umat]. Pada saat yang sama, ini
sekaligus menandai terbentuknya kultah dakwah,
yang kemudian disebut Hizbu ar-Rasul.

No comments:

Post a Comment