Monday, March 26, 2018

Hijrah itu berat anak rohis Batam, jika tak istiqomah

Jangan Lelah Berhijrah

"Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung." (HR. Bukhari).

Man-teman, kalo menyimak hadits di atas, apa yang ada dalam benakmu dan apa reaksimu? Ngerasa tertampar, atau biasa-biasa aja? Hemm… harusnya sih kita merasa orang yang merugi kalo nyatanya kita hari ini tidak lebih baik dari hari kemarin. Sebaliknya, kita bakal bahagia banget kalo hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin. Nah, makanya itu berubah menjadi lebih baik dari hari sebelumnya harus jadi komitmen kita. Kalo, bahasa yang lagi fenomenal saat ini, disebut dengan istilah “Hijrah”.

Yes. Secara bahasa, kata al-hijrah merupakan isim (kata benda) dari fi’il hajara, yang bermakna dlidd al-washl (lawan dari tetap atau sama). Kalo dibentuk dalam kalimat kayak “al-muhajirah min ardl ila ardl” (berhijrah dari satu negeri ke negeri lain); maknanya adalah “tark al-ulaa li al-tsaaniyyah” (meninggalkan negeri pertama menuju ke negeri yang kedua). [Imam al-Raziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal. 690; Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 3, hal. 48]

Sedangkan secara istilah, al-hijrah bermakna berpindah (al-intiqaal) dari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan lain, dan tujuannya adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Adapun konotasi hijrah menurut istilah khusus adalah meninggalkan negeri kufur (daar al-Kufr), lalu berpindah menuju negeri Islam (daar al-Islaam).[Al-Jurjaniy,al-Ta’rifaat, juz 1, hal. 83]. Pengertian terakhir ini juga merupakan definisi syar’i dari kata al-hijrah.

Kalo disederhanakan, hijrah artinya adalah pindah, dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Ash-Shihhah fi al-Lughah, II/243, Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637). Sehingga kallo kita bilang kita berniat hijrah, atau kita sudah berhijrah, tapi faktanya kita masih diam saja alias nggak tergerak untuk berbuat baik, itu belum masuk kategori hijrah menurut arti di atas. Kita nggak akan disebut hijrah, kalo kita masih tetap di tempat yang lama. Pun kita belum bisa dikatakan hijrah, kalo ternyata kita masih sama dengan sebelum kita hijrah.

Koreksi Niat Hijrah
Kenapa sih kita harus koreksi niat hijrah kita? Ya, kalo niat hijrah kita bener maka kita nggak capek alias bisa istiqomah berhijrah. Nggak mood-moodan hijrah, kalo lagi mood aja semangat hijrah tapi, kalo lagi bete, hijrahnya jadi futur. Nah, tentu kita nggak mau seperti itu kan? Makanya penting kita koreksi nih, niat hijrah kita karena apa, atau karena siapa. Yuk coba kita simak hadits berikut.

Dari Amirul mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda : ”Segala perbuatan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) dari apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah untuk mencari ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah untuk mencari dunia atau untuk seorang perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya hanya untuk itu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Para ulama memasukkan hadits niat ini di awal pembahasan kitab-kitab mereka. Hal ini dilakukan tentu bukan tanpa maksud dan tujuan. Bahkan hadits ini masuk dalam 70 bab masalah fiqh. Imam Syafi'i rahimahullahu mengatakan bahwa hadits ini merupakan sepertiga dari ilmu. Dan Imam Abu Dawud rahimahullahu bahkan mengkategorikan sebagai separuh dari agama. Abdullah Bin Mubarak berkata : “Berapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niatnya, dan berapa banyak amalan yang remeh menjadi besar karena niatnya”.

So, niat memiliki peranan penting dalam aktivitas kita sehari-hari. Karena niat meskipun letaknya di awal dalam setiap perbuatan yang hendak kita lakukan, akan tetapi niat juga menentukan tujuan akhir dari hidup kita. Ibarat kita berpergian, niat adalah bekal yang kita akan bawa, jika bekal yang kita bawa salah dan kurang, maka akan memperburuk perjalanan dan bisa jadi nggak sampai pada tujuan yang benar.

Gimana niat itu penting apa penting banget? Pastilah penting banget ya, karena niat menjadi salah satu komponen suatu aktivitas disebut perbuatan baik (khayr) ataukah buruk (syahr). Komponen yang lain adalah kesesuaiannya aktivitas kita dengan perintah dan larangan Allah SWT. Dua komponen ini tidak boleh terpisah satu sama lain. Salah satu saja tidak benar alias tidak sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits, bisa tidak tergolong amal (perbuatan) yang shalih (amal baik). Misalnya, niatnya salah meskipun aktivitasnya sudah sesuai dengan tuntunan, tetap aja nggak bisa terkategori amal shalih. Pun sebaliknya, niatnya udah lurus mencari ridha Allah, tapi caranya nggak berkesesuaian dengan cara yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya, itu pun bukan amal shalih, tapi amal salah, hehe…

Jadi niat itu penting sekali apa penting banget? Penting banget ya, bukan penting sekali, kalau penting sekali berarti pentingnya hanya sekali, hehe…. Makanya gimana cara kita tahu kalo niat kita hijrah itu bener atau kagak? Yes, sesuai dengan hadits yang dikutip di atas tadi, bahwa niatkan hijrah kita karena Allah, bukan karena seseorang atau karena sesuatu. Sebab kalo niat hijrah karena seseorang atau karena sesuatu, ketika sesuatu itu nggak kita dapatkan atau sesuatu hilang, maka hilang pulalah niat atau semangat kita untuk hijrah. Itu tanda yang paling mudah untuk mengetahui niat hijrah kita.

Nah, kenapa kita lelah berhijrah, putus asa atau putus di tengah jalan hijrah kita? Karena niat atau harapan kita gantungkan kepada selain Allah. Maka benarlah apa yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib ra. bahwa “Aku sudah pernah merasakan kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia”. So, yuk luruskan niat kita hijrah semata-mata karena Allah.

What’s Next?
Trus, apa langkah selanjutnya biar hijrah kita istiqomah? Apakah cukup meluruskan niat? Nggak dong, niat itu hanya sebagai langkah awal, selanjutnya kan kita pasti action. Nah, di tataran action ini kita harus ngapain agar kita bisa istiqomah atau nggak lelah berhijrah?

Tapi sebelum itu, kita mau ngajak teman-teman semua sadar diri kira-kira selama ini posisi kita sudah hijrah atau belum? Terutama ketika ngeliat fakta-fakta kerusakan yang ada disekitar kita. Jujur aja, setuju banget kan kalo kita sampaikan bahwa fakta yang ada di sekitar kita ini rusak, wa bil khusus tentang fakta remaja. Ada pergaulan bebas yang nggak bisa direm lajunya, narkoba, perkelahian antar sekolah, pelecehan seksual, dan masih banyak lagi fakta rusak di sekitar kita.

Nah, ngeliat fakta yang kayak gitu, kita memilih untuk hijrah, maksudnya hijrah dari perbuatan yang kayak gitu, menjadi muslim yang lebih baik. Tapi persoalannya, kita hijrah nggak bisa dan nggak boleh sendiri, berat, kamu nggak akan sanggup, makanya hijrah kudu rame-rame. Kalo kita sedang dan sudah hijrah maka kita nggak boleh nafsi-nafsi mikirin diri sendiri, kita kudu peduli dengan keadaan sekitar kita, teman-teman kita yang belum hijrah. Sebab, bisa jadi hijrahmu jadi berat atau lelah, karena masih terpengaruh oleh keadaan atau teman-teman lama kamu. Makanya, kita nggak boleh cuek EGP sama keadaan sekitar kita.

Kalo boleh diibaratkan, masyarakat kita ketika ngeliat fakta-fakta yang tadi disebutkan, bisa dikelompokkan jadi 3: kelompok pemain, penonton, dan masyarakat luar.
Pertama “pemain”, mereka yang sadar dan siap serta udah bergerak bersama untuk menyelesaikan masalah di atas. Bahkan mereka berjibaku, layaknya pemain bola professional, membina dan melatih dirinya dalam ilmu, sehingga nanti ketika benar-benar terjun ke masyarakat bisa ngasih problem solving persoalan masyarakat. Mereka inilah yang memilih Move On. Dalam khazanah Islam, mereka disebut pengemban dakwah.

Kedua “penonton” alias komentator, mereka ngeliat sih fakta kerusakan di tengah masyarakat, tapi mereka suka banget komentar terhadap perjuangan yang dilakukan oleh kelompok pertama. Ada yang komentarnya mendukung, tapi nggak sedikit yang jorokin, sok pinter, sok jago, padahal dia sendiri aksinya nggak pernah ada. Ada juga penonton di sini yang layaknya supporter fanatik, kalo menang ikut senang, giliran kalah bikin ulah dan masalah.

Ketiga “masyarakat luar”, mereka nggak ngeliat atau bahkan cuek dengan kondisi di sekitarnya. Persis kayak masyarakat di luar stadion yang nggak ambil pusing dengan apa yang terjadi di dalam stadion, saat pertandingan berlangsung. Entah mau rusuh kek, menang kek, kalah kek, bodo amat, emang gue pikirin. Nah, kira-kira begitu di kelompok yang ketiga ini, menyaksikan kerusakan masyarakat, cuek aja, “yang penting nggak nimpa gue dan keluarga gue”, gitu pikirnya.

Idih jangan sampe ya, kita ada di kelompok ketiga maupun kedua, yang sekedar komentar apalagi cuek dengan kondisi kerusakan di sekitar kita. Kita kudu di kelompok pertama, karena hijrah itu menunjukkan care kita. Hijrah itu kontribusi yang bisa kita sumbangkan atas problematika di negeri ini. So, apakah kita masih diam saja, layaknya kelompok ketiga tadi? Atau hanya jadi penonton, kayak kelompok kedua? Kalo iya, maka itu tandanya kita masih belum hijrah.

Tips Hijrah Istiqomah
Pastikan kamu tidak berada di comfort zone (zona nyaman) yang keliru . Maksudnya seseorang ngga akan merubah posisinya kalo dia merasa bahwa posisinya sekarang nyaman-nyaman aja sehingga ngga perlu untuk berubah. Padahal posisinya saat ini sama sekali ngga Allah ridhoi. Inget ya sob, kita hanya bersandar pada standar Allah yang ngga pernah salah. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (TQS. Al Baqarah: 216)
Azzamkan hati untuk ikhlas hanya mengharap ridho Allah semata. Karena dengan azzam ini Insyaa Allah kita hanya fokus pada apa yang kita tuju dan lakukan, jadi apa yang dikatakan orang lain dan seperti apa penilaian mereka terhadap kita ngga akan mempengaruhi keputusan hijrah yang kita ambil. “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan dilakukan karena mengharap ridho Allah semata”. (HR. An Nasai dan Abu Dawud)
Carilah lingkungan teman atau komunitas yang bisa mendukung perubahanmu ke arah yang lebih baik. Berkumpul dengan orang-orang sholih akan menjaga dan mengistiqomahkan kesholihan yang akan kamu mulai.
Mulailah untuk rajin menghadiri kajian-kajian keislaman yang akan menambah ilmu (agama) yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul . Karena ini akan menjadi bekalmu saat melangkah dan berbuat sesuatu.
Teruslah mendekat untuk taat pada Allah swt. Karena Allah-lah yang akan memberimu kekuatan dan memudahkan segala urusanmu. “…Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.  (TQS. Ath thalaq: 4)

Saturday, March 17, 2018

Ngaji Obat Galau

NGAJI OBAT GALAU
Galau !!! satu kata yang tak asing lagi didenger apalagi buat kids zaman now. Fenomena galau sudah menjadi trend kebanyakan remaja en remaji abad 21. Lagi sedih diputusin pacar dibilang galau, lagi marah ngeliat pacar selingkuh dibilang galau, masih jomblo ga punya pacar dibilang galau, ga dapet perhatian dari pujaan hati pun diledekin galau. Seketika dunia maya langsung ngedadak rame dengan status kegalauannya. Apalagi social media udah jadi corong ekspresi kawula muda, walhasil curcol alias curhat colongan yang memenuhi dinding facebook atau kicauan tweeter tak bisa dibendung.
Yuk Cari tau tentang Galau
Status galau marajalela di dunia maya karena menjadi keluhan wajib facebookers dan tweeple. Saking sering  akhirnya jadi trend, banyak remaja yang bangga melabeli dirinya generasi galau tanpa cari tau artinya.
Coba perhatikan definisi galau menurut KBBI yaitu di halaman 407 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008), Galau berarti kacau (tentang pikiran), bergalau berarti (salah satu artinya) kacau tidak karuan (pikiran) dan kegalauan berarti sifat (keadaan hal), galau di dalam Google translate dan buku kamus Indonesia-inggris John M.Echols dan hasan Shadily, Bahasa inggris galau adalah hubbub dan confusion. Artinya galau lebih dekat dengan suasana pikiran yang tengah bingung. Menurut situs arti-kata.com, bergalau adalah sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran).
Nah, apapun definisi galau, yang pasti kita akan mendeteksi kehadiran para galauers di dunia maya. Ciri-cirinya adalah self sentris alias doyan mengeluh atau ngomongin dirinya sendiri atau getol mengumbar masalah pribadinya ke publik, atau rajin update banyak status entah dengan bentuk puisi yang mendayu-dayu, kata bijak, kata mutiara atau aktif curcol di waktu-waktu Indonesia bagian galau… Apakah kamu termasuk salah satunya??? Hayoo….ngaku aja!  Galau itu bikin remaja en remaji pada gelisah, bimbang, bingung apa yang harus dilakukan. kebanyakan dari mereka jadi murung secara mendadak bin banyak beban pikiran.
Virus galau juga menular ke orang dewasa, bahkan menjadi penyakit galau masal yang menjangkiti masyarakat kita.  Sebenarnya ketika seseorang merasa bingung and gelisah, itu memang hal yang wajar dan manusiawi.  Sama seperti rasa takut-berani, bahagia-sedih dan lain-lain nya. Tapi jadi tidak manusiawi ketika kebingungan menjadi wabah penyakit, bahkan menjadi semacam karakter yang melekat pada seseorang.  Apalagi kalau menghadapi suatu masalah, dia selalu dilema atau bingung.
Kenapa harus galau?
Galau itu adalah sebuah penyikapan yang dilakukan oleh seseorang atas masalah yang menimpanya. Dan perlu kamu tahu, setiap orang memiliki masalah dengan kadar yang berbeda, karena Allah memberikan masalah atau ujian sesuai dengan kemampuan manusia. Tapi yakin deh, tidak ada masalah ataupun ujian dari Allah yang tidak dapat diselesaikan oleh hamba Nya.
Allah menguji sesuai tingkat keimanan kita loch Guys.  Dan yang harus kamu tau  juga neh, ujian dari Allah itu tujuannya untuk membuktikan kebenaran keyakinan keimanan seseorang, apakah ia layak disebut orang beriman ataukah orang munafik yang hanya menampakkan zahirnya dan menyembunyikan batinnya. Maka Allah sudah mengingatkan kita, “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah : 155). Jadi boleh dibilang, Galauers adalah orang yang ga mampu menyalurkan resah mereka dengan cara yang benar. Padahal “Cukuplah Allah bagi kita, tidak ada Tuhan selain diriNya. Hanya kepadaNya kita bertawakkal..”
Tahu Ga teman… Galau tidak memberikan solusi atas masalah kita. Galau hanya menambah beban bagi pelakunya. Lihat aja status galauers yang isinya keluhan kegalauan, kebimbangan, yang kadang ditulis dengan lebay. Keluhan-keluhan itu  ga’ menyelesaikan masalah yang menimpanya. Bahkan itu menunjukkan bahwa ia tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal sebagai seorang muslim kita kudu yakin kalau Allah telah berjanji tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
So, galauers adalah orang yang belum mampu menemukan solusi yang hakiki. Mereka mencari solusi pada tempat yang mustahil memberikan solusi. Padahal sudah jelas bahwa sabar dan shalat adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan solusi yang hakiki “Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan Sabar dan Sholat dan sesungguhnya Sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk” (QS Al Baqarah: 45)
Allah SWT adalah Rabb yang Maha Baik, maka apapun yang Dia tetapkan pasti jadi kebaikan. Para Galauers itu belum mampu memahami bahwa semua yang Allah tetapkan kepada makhluk-Nya adalah yang  terbaik. Bisa jadi para galauers itu belum  faham bahwa masalah yang menimpanya adalah ujian yang dapat meningkatkan derajatnya di sisi Allah. Ibarat seseorang yang akan naik kelas maka pasti akan diuji terlebih dahulu, jika ia mampu menyelesaikan ujian itu ia akan lulus, namun jika gagal maka ia akan tetap pada kelasnya. Begitupun ujian dalam kehidupan ini, berat dan ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukannya di hadapan Allah. Para nabi adalah orang yang paling banyak mendapat ujian. Seseorang diuji berdasar tingkat ketaatannya kepada Allah SWT. Jika ia adalah orang yang kuat agamanya, maka kuat pula ujian baginya. Ibarat nya neh, semakin tinggi pohon semakin besar angin yang menerpanya.
Satu lagi, orang yang sedang galau itu artinya belum mampu bersabar atas ujian dari Allah SWT. Merasa diri mereka sebagai orang yang paling menderita sedunia (…. Ealaaahhhhh), mengumbar seakan-akan lemah tak berdaya. Padahal sesungguhnya musibah dan masalah adalah sarana untuk melatih kesabaran. Kita tidak akan dapat bertahan dalam sebuah kebaikan kecuali dengan bersabar. Kita tidak dapat mentaati Allah SWT dan menjauhi kebatilan kecuali dengan sabar. Surga adalah hadiah tertinggi bagi orang-orang yang sabar dalam ujian. Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaran kamu.
So  jadi kenapa harus galau? Padahal kan Allah selalu bersama kita. Inga inga, “Sesungguhnya Allah bersama kita”

Mengkaji Islam Obat Galau
Masalah atau ujian datang nggak bisa diduga, nggak ada ceritanya masalah kasih notifikasi via email, Wa, atau BBM qlo mau datang. Makanya siap nggak siap, masalah bakal mampir dalam penggalan kehidupan kita. Yang harus kita lakuin bukan jadi galauers tapi harus memperjelas prinsip hidup kita. Karena kebayang ga sih qlo orang ga punya prinsip hidup apa aja dijabanin ngikutin hawa nafsunya. Pertimbangan moral atau akhlak udah ga mempan, bahkan aturan islam pun dilabrak,  jadi gelap mata bin lupa daratan. Padahal Islam itu sejatinya adalah way of life (jalan hidup). Itu penting nya kita mengkaji islam. Islam adalah dien yang mengatur segala urusan, mulai dari  bangun tidur sampai urusan mendengkur, mulai dari urusan  sepele sampai yang bertele-tele, mulai dari urusan bangun rumah  sampai bangun negara. Semuanya diatur dalam Islam.  Komplit..plit..plit! So, Jangan Ada Galau Di antara Kita.  Karena rasa galau itu ngetemnya dalam hati dan pikiran,  kalau disepelekan tentu akan berakibat buruk.
Akibat lanjutan  bagi orang yang sedang galau (bingung, confuse) adalah futur  (down), lupa diri, lupa daratan, sampe lupa makan and than bisa bikin pengidapnya kehilangan arah dan tujuan  hidup. Kaya orang linglung gitu.  Ketika seseorang bingung cari jalan keluar dari masalah  yang tengah dihadapi, itu tandanya doi belum punya prinsip  (idealisme) hidup yang yahud. Padahal idealisme hidup yang lahir  dari cara pandang (mindset)  terhadap kehidupan itu penting  banget buat panduan menyelesaikan setiap masalah. Seorang  remaja yang punya prinsip hidup dagadu: muda foya-foya, tua  kaya raya, mati masuk surga, pasti masa mudanya banyak  dipake untuk mengejar kesenangan dunia yang tak ada habisnya.
Idealisme itu ibarat darah yang senantiasa mengalir dalam  tubuh kita. Bicara idealisme itu bicara tentang hidup dan  mati, tentang harga diri, tentang sikap, dan tentang tujuan dan  target kita dalam hidup ini. Bayangin aja, kalo orang sama sekali  nggak punya idealisme, hidupnya bakal penuh kegalauan. Ibarat  orang bepergian tapi nggak tahu tujuannya harus pergi ke mana.  Dijamin bekal, waktu, tenaga, dan pikirannya bakal habis gak  karuan. Idealisme itu ibarat “nyawa” dalam kehidupan kita. Bisa  kamu bayangkan sendiri, kalau  nggak punya tujuan yang  hendak dicapai, rasanya garing banget hidup ini.
Adanya Idealisme tak lain dan tak bukan mengharuskan kita untuk mengkaji islam. Dengan idealisme, tujuan hidup kita jadi terarah,  punya target yang jelas, dan pasti punya dorongan kuat dalam  mewujudkan segala  impian mulia yang jadi tujuan hidup. Dan itu  berarti menuntut sebuah perjuangan dan pengorbanan. Rintangan  seberat apapun akan dianggap sebagai sebuah tantangan yang kudu  ditaklukkan. Jadi, Maju terus pantang kabooor!
Tips Antii Galau
Sadarkan diri bahwa kita ini akan diuji oleh Allah dengan masalah yang  datang kepada kita, sebagai ujian ‘cinta’ alias keimanan kita kepada  Allah. So, stay cool, calm, and confident!
Sertakan sikap sabar dan syukur, ketika masalah itu datang, karena  masalah itu  akan mendewasakan kita. Nikmatin  aja sambil cari  solusinya.
Kalo merasa memang harus curhat, carilah tempat curhat yang tepat,  jangan membiasakan diri curcol di arena publik macam facebook atau  twitter.  Cobalah  cari  teman,  atau  datangi  tempat  yang  bisa  ‘menasehati’ kita. Kalau  temannya orang galau itu  kesendiriannya, pasti dia akan merasa sendiri dalam menghadapi hidup.
Selalu tanamkan positif thinking. Pertama, positif thinking pada Allah  SWT, karena Allah sesuai dengan persangkaan/mindset hamba-Nya.  Kedua, positif thinking pada diri sendiri,  karena seorang muslim yang  baik adalah yang “bermanfaat” bagi orang di sekitarnya.
Segera cari sarana atau wahana yang bisa membuat kita memiliki  idealisme  Islam,  yakni tempat-tempat  kajian Islam,  setelah itu  istiqomahlah di dalamnya. So, bakarlah semangatmu untuk belajar  sekarang juga, jangan ditunda!



Tuesday, March 13, 2018

Best old for young

Yang Muda Yang Mulia

Eksistensi dan remaja ibarat sosial media dan kuota. Tak terpisahkan dan kerap tercyduk selalu beriringan. Remaja tanpa sosial media, mati gaya. Begitu juga jika remaja tanpa eksistensi, mati suri. Nggak heran kalo remaja bela-belain ngerjain apa aja biar eksis. Diakui oleh lingkungan. Dirasakan kehadirannya oleh teman. Saat kumpul bareng tak dianggap angin lalu.

Biar Hidup Punya Arti
Wajar kali kalo setiap manusia nggak mau dianggap sebatas deretan angka, tapi pengen juga diperhitungkan. Apalagi remaja, masa pencarian jati diri memaksa dia untuk terus bergerak ke sana ke sini. Berburu eksistensi agar hidupnya punya arti. Beragam cara pun dilakukan dari yang happy sampai ngeri. Diantaranya,
Pertama, popularitas. Ini yang paling banyak digandrungi remaja. Jalan pintas meraih popularitas melalui ajang pencarian bakat selalu dipadati remaja en remaji yang ikut audisi nyanyi. Berkompetisi cari peruntungan, siapa tahu kepilih meski suara pas-pasan.
Kedua, hidup glamour. Remaja paling gampang kepincut dengan gaya hidup mewah. Apalagi di zaman serba materialis sekarang, penampilan fisik jadi ukuran status sosial. Dari mulai busana, alat komunikasi, transportasi, hingga makanan dan tempat ngumpul semua dilihat dari kacamata mewah bin glamour biar tetep eksis dalam pergaulan.
Remaja pada mupeng ngeliat idolanya pakai gadget terbaru, tampil menawan dalam balutan busana branded, asyik nongkrong di cafe sambil menikmati cemilan kekinian. Saking pengennya hidup mewah, ada remaja yang menghalalkan segala cara biar dapat banyak duit biar bisa ngikutin. Ada yang terjerumus dalam prostitusi online atau terjun dalam dunia kriminalitas. Ngeri!
Ketiga, menantang maut. Keterlibatan remaja dalam komunitas geng motor atau majang foto selfie ektrim di akun sosial medianya, sudah cukup memenuhi dahaga pencarian jati dirinya. Gaya hidup menantang maut yang mempertaruhkan nyali dilakonin biar keliatan berani demi meraih eksistensi. Seperti skip challenge yang sempat makan korban remaja. Hati-hati!
Sahabat, manusiawi kalo remaja pengen eksis sebagai wujud pencarian jati diri biar hidup punya arti. Tapi kalo remaja belum nyadar tujuan hidupnya yang benar, eksistensi jadi ajang trial and error. Coba-coba ngikutin arus tren remaja biar tetep bisa ngumpul bareng sahabat. Padahal hidupnya bisa berakhir setiap saat. Malaikat Ijroil bisa datang kapan aja ngecengin kita tanpa notifikasi. Tentunya bukan ngajak kenalan, tapi untuk menceraikan nyawa dari badan kita. Sudah siap?
Makanya, penting banget bagi kita untuk punya tujuan hidup yang benar. Jangan sampe tujuan hidup cuman jadi pelampiasan nafsu syahwat kita untuk menikmati dunia. Itung-itungan kita sebagai muslim, hidup bukan cuman di dunia tapi juga di akhirat. Jadi, tujuan hidup juga nggak seharusnya mentok di dunia aja. Kemewahan, popularitas, atau materi berlimpah yang sering dianggap tujuan hidup ideal nyatanya bisa melenakan kita akan kehidupan di akherat nanti. Ujung-ujungnya, hidup kita malah tak berarti. Jangan sampai deh!

Meneladani sahabat Rasul
Idealnya, seorang pemuda yang paham tujuan hidupnya yang benar, nyadar perannya di masa depan. Suatu saat nanti, tampuk kepemimpinan bangsa dan negara ada di tangan mereka. Pun kebangkitan umat Islam saat ini yang tengah terpuruk, ada di pundak mereka. Untuk itu, kita bisa bercermin pada generasi muda di jaman Rasulullah dan masa kejayaan Islam yang mulia di hadapan Allah dan manusia. Siapa mereka?
Pertama, Ali bin Abu Thalib ra. Beliau termasuk generasi pertama pemeluk Islam. Pada usia yang masih sangat belia, delapan tahun, beliau berani memeluk Islam atas keinginannya sendiri. Padahal ayahnya, Abu Thalib, masih tetap dalam keadaan kafir.
Ketika beliau ditanya, “Apakah engkau tidak minta izin dulu kepada Bapakmu untuk masuk Islam?”, maka beliau menjawab dengan tegas, “Allah tidak meminta izin kepada bapakku ketika Ia menciptakanku. Lantas, mengapa aku harus meminta izin kepada ayahku untuk menyembah-Nya?”
Beliau senantiasa mendampingi Rasulullah saw pada masa awal perjalanan dakwah di Madinah. Padahal saat itu, jumlah umat Islam masih sedikit dan tengah menghadapi permusuhan yang sengit dari orang Quraisy. Beliau juga termasuk sahabat yang berani meskipun usianya masih belia.
Kedua, Abdullah bin Mas'ud . Abdullah ra masuk Islam pada usia 14 tahun. Salah satu teladan pemuda yang kuat dan berani ‘menantang maut’. Suatu kali, para sahabat Rasulullah berkumpul di suatu sudut kota Mekkah, salah seorang diantara mereka berkata, “Demi Allah, orang-orang Quraisy belum pernah mendengar bacaan Al-Quran ini dengan bacaan yang keras. Siapa yang mau memperdengarkan di hadapan mereka?”
Lalu Abdullah bin Mas’ud -seorang yang bertubuh kecil dan lemah kedudukannya- menjawab, “Saya!” Rekan-rekannya menjawab, “Kami mengkhawatirkan keselamatanmu. Yang kami harapkan seseorang yang memiliki kekuatan yang sanggup melindunginya dari tindakan orang-orang itu. Ibnu Mas’ud pun menjawab, “Biarkan aku melakukannya. Allah yang akan melindungiku.”
Tak lama kemudian, Ibnu Mas’ud datang ke dekat Ka’bah di sekitar lokasi perkumpulan orang-orang Quraisy. Dia lalu dengan lantang membacakan ayat-ayat Al Qur’an. Ayat demi ayat dilantunkan Ibnu Ummi ‘Abd dengan indahnya. Sejenak, orang-orang Quraisy tertegun mendengar keindahan ucapan dan suaranya. Namun setelah itu, bertubi-tubi pukulan menimpa dirinya. Namun dia tetap membacakan ayat-ayat Al Qur’an. Ibnu Mas’ud menunjukkan keberanian dan pengorbanan untuk menyampaikan kebenaran pada musuh-musuh Allah.
Ibnu Mas’ud kembali kepada rekan-rekannya dalam kondisi berdarah akibat pukulan yang dia terima. Rekan-rekannya berkata, “Inilah yang kami takutkan terjadi pada dirimu.” Lalu Ibnu Mas’ud berkata, “Sungguh demi Allah, sekarang musuh-musuh Allah itu mudah saja bagiku. Kalau kalian mau, aku akan mengulanginya lagi esok hari.” Rekan-rekannya menjawab, “Cukup sudah, kamu telah memperdengarkan kepada mereka apa yang mereka benci.”
Selain Ali dan Abdullah, masih banyak contoh-contoh pemuda muslim lain yang nggak kalah hebatnya. Mush'ab bin Umair baru berusia 24 tahun ketika diutus Rasulullah saw. pergi ke Madinah untuk menyebarluaskan Islam. Usamah bin Zaid di usianya yang sweet seven teen , memimpin para sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar sebagai Amirul Jihad (komandan pasukan kaum Muslim menghadapi pasukan Romawi). Ja'far bin Abu Thalib yang berani berdiri di depan Raja Najasy dari Habsyah (Ethiopia) untuk mewakili dan membela Islam walau usianya baru 20 tahun. Imam Syafi'i, salah satu ulama terbesar berhasil menghafal al-Quran pada usia 7 tahun dan menjadi mujtahid pada usia 14 tahun.
Pokoknya banyak banget deh figur pemuda Islam yang bener-bener berdiri di garis depan kebangkitan Islam dan kaum Muslimin. Mereka teladan mulia yang wajib kita contoh. Catet ya!

Muda Mulia Bersama Islam
Sahabat, eksistensi remaja muslim bukan karena dia populer, idola remaja, tampil dengan tren fashion kekinian, atau kecanggihan teknologi yang selalu menemani kesehariannya. Bukan pula karena jago tawuran, ikut geng motor, atau gila hormat dari adik kelasnya.
Eksistensi remaja muslim itu ketika Allah swt ridho dengan perilakunya. Ketika dia berani menyampaikan kebenaran tanpa sungkan kepada teman. Ketika dia aktif berkontribusi untuk kebangkitan umat. Ketika dia istiqomah dalam dakwah dan pakai aturan islam dalam kesehariannya. Karena itu, mari kita sama-sama jadikan diri kita sebagai ujung tombak kebangkitan umat. Muda mulia bersama Islam. Bagaimana caranya?
Pertama , menempa diri dengan tsaqofah Islam. Nggak usah alergi bin gengsi ikut pengajian. Galilah tsaqofah Islam sedalam mungkin. Sampai kita bener-bener yakin kalo Allah itu ada dan selalu mengawasi kita. Al-Quran itu perkataan Allah yang kudu kita jadiin pegangan dalam hidup. Dan Rasulullah saw. adalah panutan kita dalam berbuat.
Kedua , mengaitkan perbuatan kita dengan kehidupan akhirat. Sebagai muslim, udah seharusnya kita selalu mikir imbalan yang bakal kita terima sebelum berbuat. Pahala atau siksa di akhirat. Walaupun rencana itu masih diperdebatkan dalam hati. Kesadaran hubungan kita dengan Allah Swt. dan akhirat ini yang bisa jadi perisai buat lindungi diri kita dari dosa sekaligus memicu kita mencari pahala.
Ketiga , hidup dalam lingkungan yang baik. Salah satu upaya pencegahan biar kita nggak tergoda berbuat maksiat adalah hidup dalam lingkungan yang sehat dan steril dari godaan setan. Seperti dalam sebuah hadis: “Perumpamaan teman pendamping yang shalih dan teman pendamping yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Dari penjual minyak wangi kalian bisa mendapatkan minyak wangi atau mencium bau harumnya; sedangkan dari tukang besi kalau tidak membakar pakaianmu, maka kalian akan mendapatkan bau busuk darinya.” (HR Bukhari Jilid 3 No. 314)
Keempat , berdakwah kepada orang lain. Nggak cukup rasanya kalo kita menimba tsaqofah tapi cuma buat diri sendiri. Kebayang, nggak akan tersebar Islam kalo kita nggak ikut nyampein ke orang lain. Karena kita memeluk Islam pun karena ada orang yang nyampein ke kita, keluarga, atau nenek moyang kita. Betul apa bener?
Kelima, ngikut aturan Islam nggak kayak robot . Istiqomah dengan aturan Islam bukan berarti kita nggak boleh senang-senang. Sok aja. Karena Rasulullah pun dulu suka becanda dengan istrinya, berolahraga dengan sahabatnya, atau pake baju yang bagus dan rapi. Tapi tetep, semuanya kudu nyar'i . Dan kita kudu hati-hati biar nggak terlena dengan berbagai macam hiburan atau larut dalam kesenangan. Karena itu kerjaan orang kafir. Kita tentu, BEDA!
Nah, mumpung kita masih muda, jangan sia-siakan potensi yang kita punya. Ingat nasihat Imam Syafi’i, “Demi Allah hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan taqwa; jika kedua hal itu tiada padanya maka tak bisa disebut pemuda”. Manfaatkan waktu yang ada untuk belajar, berdakwah, berbuat baik kepada umat, dan berkarya sebelum masa muda hilang ditelan usia. Nggak ada kata terlambat buat jadi pemuda dambaan umat. Karena kamu, yang muda yang mulia calon penghuni surga. Mau?! [@hafidz341]

Tuesday, March 6, 2018

Maksiat pasti sengsara, ta'at pasti bahagia

Jangan Maksiat, Dosanya Berat, Kamu Gak Akan Kuat
Makjleb yak liat judulnya? Jangan baper dulu dund. Itu slogan yang perlu kita inga inga mulai saat ini dan seterusnya. Kenapa? Ehm. Karena eh karena, godaan akhir zaman semakin menggeliat dan bertaburan di mana-mana. Oiya, judul di atas adalah salah satu plesetan dari gombalannya tokoh film remaja saat ini yang lagi in. Salah satu gombalan yang receh, so ngga ada yang perlu kita ambil.
Antara Kita, Baligh dan Mukallaf
Apa itu Baligh dan Mukallaf? Sama ngga sih keduanya? Ayo kita cari tau. Ternyata ada dua istilah yang seringkali disebut kalo kita lagi ngomongin hukum dalam fikih, yaitu baligh dan mukallaf. Kadang-kadang ada yang suka ketuker atau ngga salah memaknai kedua kata tersebut.
Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Bagi perempuan, berupa haid dan bagi laki-laki berupa mimpi basah. Bagi seseorang yang sudah mencapai usia 15 tahun tetapi belum menemui tanda-tanda kedewasaan secara biologis di atas tadi, maka Fikih menyebutkan bahwa orang tersebut secara otomatis dianggap baligh. Hayo, kalian udah pada baligh apa belum?
Nah sekarang kita kenalan sama mukallaf. Ternyata baligh merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang mukallaf selain muslim dan berakal sehat. Muslim adalah kondisi di mana seseorang sudah mengikrarkan syahadat. Sedangkan berakal sehat adalah kondisi ketika akal seseorang berfungsi secara normal. Jika ketiga kriteria ini terpenuhi mulai dari muslim, berakal sehat, dan baligh, maka orang tersebut masuk dalam klasifikasi mukallaf.
Lalu apa itu mukallaf? Mukallaf adalah seseorang yang sudah mendapatkan beban (taklif) berupa syariat. Ia sudah berkewajiban menunaikan seluruh perintah dan menjauhi larangan syariat Islam. Baginya, syariat sudah berlaku, baik hukum yang bersifat taklifi (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram) dan seluruh dimensi syariat. Singkatnya, ia sudah menjadi subjek hukum yang sempurna.
Sebagai subjek hukum yang sempurna, maka mukallaf terikat dengan ketentuan syariat yang mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang dianjurkan untuk dilaksanakan dan mana yang dianjurkan untuk dijauhi. Ia juga sudah mendapatkan hak dan kewajiban secara sempurna. Maka setiap tindak tanduknya hanya akan dapat dua kemungkinan. Pahala dan dosa.
Maksiat Versus Taat
Hidup ini kalo ngga maksiat, ya taat. Kalo ngga maksiat, ya melakukan aktivitas yang bernilai ibadah. Maka kalau ngga dapet pahala ya dapet dosa. Lalu apa aja sih yang masuk kategori maksiat n taat? Sebenernya gampang bener. Kalo kita ngelakuin yang diperintahkan Allah, maka disebut taat berbuah pahala. Nah kalo kita ngelanggar yang Allah larang itulah yang disebut maksiat dan berbuah dosa. Easy kan yak?
Nah, Allah itu Maha Baik. Allah menyembunyikan segala aib kita selama di dunia. Kebayang ngga sih kalo Allah nandain kita pake 1 titik untuk 1 dosa di wajah kita. Macamnya, ngga bakalan berani kita keluar rumah karena banyak titik-titiknya. Aib kita, dosa kita selama ini ditutup sama Allah. Ngerasa sering buat salah ngga sih? Mulai dari boong sama orangtua mungkin, minjem uang gopek sama temen tapi ngga dikembaliin dari tahun lalu mungkin, suka ngebully temen mungkin, atau kita suka ghosob. Do you know what is ghosob? Ghosob is you, you, and you minjem barang orang lain tanpa izin. Hayo lho...
Oiya, jangan kelupaan. Bisa jadi kita selama ini seriiiiiiiiing banget maksiat sama Allah. Contohnya, kita ninggalin solat 5 waktu. Ehm. Padahal nanti ibadah yang paling pertama dihisab itu solat. Eh tapi yang ngerasa udah solat 5 waktu, ngga boleh lho ongkang ongkang kaki gitu aja. Karena banyak kewajiban lain yang harus kita lakukan. Misalnya, puasa dan bayar utang puasa. Udah pada bayar belon? Ramadhan sebentar lagi lho.
Atau yang udah pada solat 5 waktu, bukan berarti ngga ada kewajiban nutup aurat. Menutup aurat adalah kewajiban ketika kita berada di luar rumah dan bertemu orang yang bukan mahrom kita. Nah kita ngga boleh milih-milih ibadah yang kita senengin aja. Ada lho yang getol banget solat karena doi percaya banget sama penelitian kalo solat itu bisa menyehatkan badan. Tapi dia buka lagi auratnya begitu beres solat. Atau ada juga yang seneng shaum sunnah. Shaum daud malahan. Tapi dia bukan ngejer sunnahnya. Tapi ngejer langsingnya. Hadeuh hadeuh… Padahal Allah akan ngasih kita imbalan sesuai niat awal kita doing something. Kalo mau solat niatnya cuma sehat dan niat shaum cuma langsing singset, ya bakal itu doang yang didapat.
Emang maksiat endingnya happy?
Ngga banget. Mana ada maksiat yang endingnya happy. Meskipun ketika kita melakukan maksiat, kesenangan sesaat yang akan kita dapatkan. Pak De Rhoma Irama juga pernah bilang, kenapa yang enak-enak itu diharamkan. Eaaakkk. Ada yang tau ngga tuh ama lagu itu? Hati-hati dengan kesenangan sesaat dari yang kita lakukan. Karena balasan atas kemaksiatan kita itu banyakan dipending sampai di akhirat. Oh wooww.
Mungkin kita pernah nanya, “Emang seberat apa sih dosa kalo kita bermaksiat itu?”. Well, emangnya mau masuk neraka? Do you know kalo api di neraka itu beribu kali lipat panasnya di dunia. Buat kamu yang ngerasa udah ga mempan sama yang namanya api, yang suka gaya-gayaan matiin api di lilin, ngga bakalan sama deh. Buat kamu yang selama ini jago debus, sama punya tenaga dalem, juga ngga bakalan mempan sama panasnya api neraka.
Mau tau hukuman di neraka yang paling ringan? Nih dia nih.... Disebutkan dalam Shahihain, dari hadits Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang diletakkan dua buah bara api di bawah telapak kakinya, seketika otaknya mendidih." (Muttafaq 'Alaih, sebagian tambahan Al-Bukhari, "sebagaimana mendidihnya kuali dan periuk."
Dalam redaksi lain, "Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang memiliki dua sandal dan dua tali sandal dari api neraka, seketika otaknya mendidih karena panasnya sandal tersebut sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa bahwa tak ada seorang pun yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka." (HR. Muslim)
Nah, di neraka nanti bakalan banyak yang keGeeRan kalo siksaan buat dia udah pedih bener. Kalo makan yang pedes tuh semacam udah level paling tinggi, padahal eh padahal justru itu siksa yang paling ringan di neraka. Pada merinding ngga sih baca terjemahan hadis di atas? Kalo ada yang masih bilang, ah itu mah urusan ntar, bakalan didoain deh supaya yang maksiat segera kembali ke jalan yang bener.
Penyesalan di akhirat adalah penyesalan yang tiada terkira. Sampai-sampai digambarkan, mereka menggigit tangannya sendiri sebagai bentuk penyesalan dan kerugian. Berangan-angan kalau saja ia dikembalikan lagi ke dunia maka ia akan menjadi orang beriman yang baik. Namun penyesalan itu tak lagi ada gunanya. Sebagaimana dalam ayat "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang lalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul"." (QS. Al-Furqan: 27). "Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta kami akan menjadi orang-orang yang beriman." (QS. Al-An'am: 27)

Taqwa wanna be.
Menjadi orang yang bertaqwa adalah cita-cita yang harus kita raih sekuat tenaga. Mau lulus UN aja kita sampe kursus di bimbel sama privat segala. Apalagi kita yang mau meraih syurga firdaus Allah SWT. Godaan pasti ada dan ngga jarang kita harus menahan diri dari kesenangan yang bersifat sementara. Kita punya pacar yang kita idam-idamkan hanyalah kesenangan sesaat. Apa yang bisa dibanggakan dari sebuah status *in a relationship* kalau di facebook. Apalagi kita sampai bermuram durja seolah-olah kita adalah jomblo paling ngenes di seantero sekolahan hehe. Tenang bro sist, kita masih bisa kok menjadi para johap alias jomblo happy. Kita bisa berkreasi dengan banyak aktifitas positif yang berpahala. Contohnya, banyak-banyak ikut kajian keislaman. Udahlah nambah temen, nambah ilmu lagi.
Supaya kita makin kuat dan bisa meringankan langkah kita menjadi seorang individu yang taqwa, maka carilah teman yang juga taat kepada Allah swt. Karena seorang teman adalah cerminan bagi yang lainnya. Maka, carilah teman yang sholih/sholihah, mereka adalah seorang teman yang in syaa Allah akan bisa saling menguatkan satu sama lain sehingga mudah-mudahan bisa menjadi teman di dunia dan teman di surga nanti. Maka carilah teman surga. Wah, sama seperti nama buletin kesayangan kita ini ya? hehe…
Maka jika kalian telah menemukan teman sholih/ah itu, peganglah erat-erat mereka. Bisa saja karena nasihatnya, kita bisa meraih syurga Allah. Bisa jadi teman yang kadang kita anggap menyebalkan karena selalu mengajak pada kebaikan itu justru yang menyelamatkan kita di akhirat. Dan pada saat itu mungkin kita bersyukur, alhamdulillaah selalu diingatkan pada kebaikan. Temen surga itu temen yang selalu ngajak kita kepada kebaikan. Bukan mereka yang selalu iya in kemaksiatan kita. Karena sesahabat-sahabatnya kita sama sahabat kita, kalau ada sahabat yang tinggal kelas, ngga bakalan deh ada yang mau nemenin. Apalagi klo sahabat kita masuk nereka, ih ngga banget deh mau nemenin ke sana. Na’udzubillaah.
Maka, mengajilah, karena dengan ngaji kita akan tau mana maksiat mana yang taat. Dan dengan ngaji, akan buat hidup kita jauh lebih bermakna. Dan percayalah, karena dosa itu berat, jadi jangan coba-coba bercita-cita mau jadi orang pendosa atau mau lama-lama di neraka. Na’udzubillaah.. So, ngga usah baper sama celaan orang ketika kita berusaha  jadi muslim/ah yang taat. Kita doakan agar orang yang mencela itu segera berubah dan menjadi baik  dan kita bisa barengan endingnya di syurga Firdaus Allah swt. Tetap semangat menebar kebaikan kawan.

Friday, March 2, 2018

Poetry old

SEBUAH PUISI DI TANGGAL 3 MARET
Oleh : Prof. Fahmi Amhar
Bagi banyak manusia
3 Maret adalah hari-hari biasa
Seperti hari-hari lainnya
Padahal itu hari malapetaka dunia
bukan cuma untuk umat Islam saja.
3 Maret 1924 memang telah berlalu lama
Sejak hari itu umat Islam tak lagi punya pemimpin sedunia
Sejak itu mereka tak lagi mampu merahmati alam mayapada
Persatuan umat tinggal fatamorgana
Disekat-sekat nasionalisme negara bangsa.
Tak terbayangkan ada "Jalan al-Khawarizmi" di tengah kita
Karena penemu aljabar itu hidup di Uzbekistan sana
Tak ada juga "Salahuddin al-Ayubi" jadi nama lapangan kita
Karena pengusir tentara Salib itu ada di Mesir sana
Padahal mereka orang-orang hebat nenek moyang kita.
3 Maret 1924 memang gerbang ke tak berdaya
Setelah sekian abad sehasta demi sehasta
Umat Islam mengalami kemunduran jiwa
Ketika mereka mulai takut mati dan makin cinta dunia
Meski jumlahnya bermilyar tapi bagai buih di samudra.
Puluhan juta umat Islam punya tentara bersenjata
Tapi tak mampu membebaskan bumi Palestina
Puluhan juta kilometer persegi negeri kaya sumberdaya
Tapi tak mampu menjadikan umat ini sejahtera
Karena tidak bersatu diatur dalam sistem yang sempurna.
Dunia kini tak memiliki mekanisme yang berhasil guna
Melenyapkan penjajahan dalam segala bentuknya
Mengatasi berbagai krisis yang menghadang di depannya
Menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar di tingkat dunia
Dengan cara-cara berwibawa yang makin dekat kepada-Nya.
Tetapi 3 Maret 1924 bukan akhir segalanya
Allah hadirkan kini orang-orang yang tampak sederhana
Mereka tak pernah bertemu Nabi, tetapi membenarkan kalimatnya
Bahwa khilafah ala minhanjin nubuwwah akan kembali ke dunia
Bahkan meneruskan bisyarah menaklukkan Roma.
Mereka menolak memakai kekerasan apalagi bersenjata
Dan mereka juga tak akan ikut permainan demokrasi utopia
Karena kemunduran jiwa harus diobati dengan pemikiran mulia
Hanya yang sehat isi akalnya akan melakukan perubahan nyata
Dan itulah jalan yang dicontohkan Rasulullah Nabi kita
Wahai umat yang Muhammad lebih dicintainya
Janganlah hidup kita di dunia yang sementara
Berputar-putar dalam kesibukan semu yang sia-sia
Melanjutkan kehidupan Islam adalah persoalan utama
Yang akan menjadi saksi untuk kita di akherat sana.

Thursday, March 1, 2018

Move Up

#YukHijrah

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh 😊

Pernah dengar kumpulan surat Bu Kartini yang diberi judul
"Habis Gelap Terbitlah Terang"?

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, maka berbunyi
"Minaz zulumaati ilan nuur"

14 abad yg lalu ternyata kalimat ini sudah ada loh, yg terucap dari lisan mulia Nabi saw. berupa firman Allah SWT dalam surat al-Hadid [57]: 9, yang artinya,

"Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu."

Inilah yg disebut proses berhijrah, dari kondisi kegelapan menuju kondisi terang-benderang.

Seperti apakah kondisi kegelapan? Itu adalah kondisi dimana kita jauh dari kebaikan, jauh dari amal sholeh, bahkan jauh dari Allah SWT.

Setiap hari kerjaannya buang-buang waktu untuk hal yg tidak bermanfaat, bahkan maksiat baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Ketika berhijrah, maka artinya kita berpindah dari kegelapan menuju cahaya. Cahaya apa yg dimaksud?

Tentunya cahaya Islam yg terang benderang. Cahaya yg meninggikan derajat hamba di sisi-Nya. Cahaya yang memuliakan pandangan, pikiran, dan tingkah laku orang yg terkena kilauannya.

Sobat #TemanSurga. Akhir-akhir ini, masya Allah, banyak berita menggembirakan tentang fenomena hijrah. Misalnya banyak artis muslimah yg berlomba-lomba menutup aurat, sementara artis muslim banyak yg mulai meninggalkan kehidupan selebritas menuju kehidupan yg Islami.

Ini adalah hal yg patut disyukuri, sembari terus memperbaiki diri.

Tentu saja, bagi kita juga selaku remaja dan pemuda jangan kalah dengan mereka.

Para remaja dan pemuda yg masih asyik pacaran, #YukHijrah! Putusin atau halalin. Berani?

Para remaja dan pemuda yg senengnya dugem dan mabok, #YukHijrah! Sebagaimana hijrahnya para sahabat yg membuang khamr ketika turun larangan sekalipun gelas sudah menempel di bibirnya.

Para remaja dan pemuda yg masih asyik dengan kehidupan bersantai-santai, #YukHijrah! Jadi seorang yg produktif, berkarya, dan bermanfaat bagi umat dan negara.

Monday, February 26, 2018

Friend to Jannah

Gaul Islam, Gaul Sehat

Gaul atau bergaul adalah ciri khas kehidupan manusia. Hampir nggak ada manusia yang bisa hidup tanpa pergaulan. Manusia memang nggak mungkin hidup tanpa orang lain, karena itulah perlu interaksi alias pergaulan. Nah, ngomongin soal pergaulan atau interaksi, kalo pergaulan itu terjadi antara pria dengan sesama pria atau wanita dengan sesama wanita, insya Allah pergaulan kayak gitu sejatinya nggak akan menimbulkan problem alias nggak perlu aturan khusus untuk mengatur interaksinya.
Tapi pergaulan yang bisa dan biasa menimbulkan persoalan adalah interaksi pria dan wanita. Pergaulan inilah yang perlu adanya pengaturan khusus, karena dari pergaulan tersebut muncul interaksi-interaksi yang lain. Maksudnya, “pengaturan khusus” disini adalah pengaturan yang hubungannya langsung pergaulan jenis laki-laki dan wanita. Maka tulisan kita di sini, tentu aja akan fokus ngebahas pergaulan pria-wanita. Are u ready?

Yuk Kenalan dengan Gharizatul Nau’
Naluri melestarikan jenis alias gharizah an-nau bisa juga diartikan naluri mencintai dan dicintai. Tapi meski bicara cinta, nggak melulu urusannya dengan lawan jenis. Karena naluri ini sebenarnya jika dipenuhi dengan benar, maka keberlangsungan jenis manusia bisa terjaga di dunia. Bukan hanya soal jumlahnya tapi juga kelanjutan jenis manusia dari segi identitas serta kehormatannya sebagai manusia yang berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, naluri ini nggak hanya bicara cinta atau ketertarikan antar lawan jenis, tapi gharizah an-nau’ ini juga tampak ketika muncul rasa sayang kepada keluarga, rasa sayang kepada sesama, dan dorongan seksual. Munculnya dorongan ini membutuhkan pemenuhan, sekalipun tuntutan pemenuhannya tidak sampi mutlak, alias gak akan sampai menimbulkan kematian bila sampai tidak terpenuhi. Namun bagaimanapun juga pemenuhan kebutuhan naluri ini tidak boleh diserahkan aturannya kepada manusia. Kalo pemenuhannya diserahkan kepada manusia maka kita bisa lihat faktanya seperti apa yang terjadi saat sekarang ini, terjadinya pemenuhan naluri dengan cara yang keliru dan pastinya ini bisa mengancam keberlangsungan jenis manusia.
Misal saja pemenuhan naluri an-nau ini dengan cara menikah sesama jenis. Jadi cowok menikahi cowok, atau cewek menikah dengan cewek (ih jizayyy, naudzubillah), akibatnya punahlah jenis manusia. Karena gimana bisa seorang cowok hamil atau mengandung anak? Atau seorang cewek juga gimana bisa mengandung anak kalo tidak ada lelaki yang menghamilinya? Nah, kalo pemenuhan gharizah an-nau dengan cara seperti ini dibiarkan, sudah pasti jumlah kelahiran akan berkurang, jika jumlah kelahiran berkurang itu artinya sedikit demi sedikit jenis manusia akan bisa punah. Seperti fakta yang hari ini teradi di negara-negara Barat dan Jepang dengan apa yang disebut lost generation.
Praktik pemenuhan gharizah an-nau yang salah juga bisa mengancam kepunahan jenis manusia adalah memuaskan dengan binatang. Mungkin kedengarannya menjijikkan, tapi itu fakta yang terjadi di tengah-tengah kita, ketika memang manusia dikasih hak untuk mengatur sendiri pemenuhan gharizah an-nau. Orang-orang yang ada di golongan ini orientasinya hanya memuaskan keinginan hasrat seksual semata, nggak memikirkan tentang keturunan apalagi urusan moral, etika dan agama. Naudzubillah min dzalik.
Ada juga pemuasan pemenuhan gharizah an-nau yang tidak secara langsung memusnahkan jenis manusia, akan tetapi merusak harkat dan martabat manusia itu sendiri. Apa itu? Yakni mereka yang memuaskan kebutuhan seksualnya dengan saudara sendiri, atau dengan sesama jenis tapi tanpa ikatan pernikahan. Praktik ini tentu saja akan merusak nilai sakralnya arti sebuah keluarga. Praktik incest akan merusak siklus atau silsilah keluarga, jadi nggak jelas mana bapak, mana anak, mana kakak, mana adik, akhirnya nggak ada bedanya manusia dengan ayam yang suka main tubruk aja, nggak ngeliat dulu itu induk yang pernah melahirkannya.
Sementara yang memenuhi gharizah an-nau dengan lawan jenis tapi tanpa ikatan pernikahan alias samen liven or kumpul kebo, juga nggak ada bedanya. Ini praktik yang juga akan merusak jenis manusia dan sekaligus menghancurkan martabat manusia. Orang-orang yang mempraktikkan hal ini, mau enaknya saja tapi tanpa mau terikat dengan komitmen. Pacaran masuk dalam kategori yang ini.
Praktik-praktik pemenuhan gharizah atau pergaulan pria wanita yang sudah dipaparkan di atas sebenarnya khas milik orang Barat yang sekular, tetapi pemahaman itu sukses ditransfer ke negeri-negeri muslim sehingga kita bisa lihat, nggak ada bedanya masyarakat Barat dengan masyarakat dunia Islam. Praktik homoseks misalnya, sudah bukan hal yang tabu bahkan diundang-undangkan di Amerika dan beberapa negara Eropa, nah bukan nggak mungkin negeri-negeri Islam yang memandang bahwa aturan itu bermanfaat pasti akan dibuat dan disahkan undang-undang pernikahan sesama jenis.
Wa bil khusus di negeri kita tercinta ini, pelaku LGBT tidak dapat dijerat atau tidak dikategorikan kriminal, alias tidak ada sanksi hukumnya. Naudzubillah, bener-bener mengundang adzab Allah ini. Lha wong tidak dibuatkan peraturan saja, sudah banyak praktik homo dan lesbi. Maka kalo semakin legal dan berkembang praktik homoseks, saat itulah kepunahan jenis manusia menjadi ancaman kita bersama.
Begitulah, Barat dengan paham sekularisme-nya telah nyata merasuki pemikiran kaum muslimin sehingga melunturkan pemahaman kita tentang kehidupan, sehingga tolok ukur kita terhadap segala sesuatu diukur dengan azas manfaat atau tidak. Keberhasilan peradaban Barat masuk ke tubuh kaum muslimin juga pada persoalan pergaulan pria dan wanita.

Ubah Mindset Instingtif
Cara pandang atau mindset kita tentang lawan jenis tidak boleh layaknya hewan, dimana melihat lawan jenis dengan pandangan insting ‘betina-jantan’, meskipun fitrahnya manusia saling tertarik antar lawan jenis. Dan memang Allah memberikan naluri an-nau’ dan pengaturannya demi keberlangsungan jenis manusia, Allah berfirman:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al Hujurat 13)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak” (QS. an-Nisa 1).
Melarang setiap  pria maupun wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan disertai syahwat (nafsu birahi)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur 30)
Begitulah cara pandang Islam mengenai hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan harus diletakkan dalam kerangka melestarikan kelangsungan jenis manusia dengan segenap atribut kemanusiaannya, bukan hanya perkembangbiakan manusia.
Kalo dalam kehidupan binatang, eksistensi mereka terjaga dengan hubungan seksual tanpa memperhatikan tetek bengek ikatan, karena memang hewan tidak dilengkapi dengan potensi akal. Maka cara pemenuhan naluri seksual oleh manusia haruslah berbeda dengan cara hewan memenuhi naluri seksualnya.
Kalo cara pandang terhadap pria-wanita didominasi oleh orientasi seksual berupa ‘jantan-betina’, maka fakta-fakta terindera atau fakta-fakta pemikiran yang bisa membangkitkan naluri seksual menjadi sesuatu yang lazim dan mesti ada di tengah masyarakat.
Cara pandang seperti ini mendapat pembenaran oleh Sigmund Freud yang mengajarkan bahwa dorongan naluri kalo tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian. Sebagai konsekuensi dari cara pandang tersebut maka fokus dari cara pandang tersebut adalah kelezatan dan kesenangan. Atas dasar alasan itu munculnya perselingkuhan di tengah masyarakat, dianggap wajar dalam masyarakat Barat.

Gaul Islam, Gaul Sehat
Terbukti, cara pandang pemenuhan gharizah an-nau’ sekedar instingtif, maka manusia nggak ada bedanya dengan hewan bahkan bisa lebih rendah dari hewan. Di dunia hewan, hampir nggak kita jumpai, misalnya kambing jantan suka kambing jantan trus mereka melakukan hubungan badan. Tapi pada pergaulan manusia hal itu terjadi dengan adanya lesbi dan homo. Itulah bukti nyata kalo salah cara pandang dan cara pemenuhan gharizah an-nau’ manusia bisa lebih hina dari kambing.
Trus, seperti apa cara pandang pergaulan pria dan wanita di masyarakat seharusnya menurut Islam?
Memisahkan pria dan wanita dalam kehidupan. Pernyataan bahwa “pergaulan pria-wanita dalam pandangan Islam perlu dipisahkan”, diambil setelah kita meneliti dan memahami sejumlah dalil al-Quran dan as-Sunnah. Kita juga akan menemukan bahwa Allah Swt. sendiri telah mewajibkan kaum wanita untuk mengenakan jilbab jika mereka hendak keluar rumah (QS. Al Ahzab 59, An-Nur 31). Allah telah menjadikan seluruh tubuh wanita sebagai aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya:
“Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya).” (HR Abu Dawud)
Allah telah mengharamkan atas wanita untuk memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahram-nya.
"Dan janganlah mereka (perempuan) memhentakkan kaki (atau mengangkatnya) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." (QS. An-Nur 31)
Allah juga telah melarang para wanita bepergian, meskipun untuk keperluan ibadah haji, jika mereka tidak disertai oleh mahram-nya:
"Tidak halal (boleh) bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, melakukan safar sejauh sehari semalam (perjalanan) dengan tanpa mahram (yang menyertainya)". (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad )
Kita akan menemukan pula bahwa, Allah Swt. telah melarang seseorang untuk memasuki rumah orang lain, kecuali dengan seizin penghuninya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian agar kalian (selalu) ingat” (QS. an-Nur 27)
Kita pun akan menemukan bahwa, Allah Swt. tidak mewajibkan kaum wanita melakukan shalat berjamaah, shalat Jumat, ataupun melibatkan diri dalam aktivitas jihad, sebaliknya Allah mewajibkan semua aktivitas tersebut bagi kaum pria. Allah Swt. juga telah mewajibkan kaum pria berusaha mencari penghidupan, tetapi Allah tidak mewajibkan hal itu bagi kaum wanita.
Fakta-fakta apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. bisa menjadi bukti bahwa Beliau telah memisahkan kaum pria dari kaum wanita; misalnya, menjadikan shaf-shaf kaum wanita, ketika menunaikan shalat di dalam masjid, berada di belakang shaf-shaf kaum pria; memerintahkan kaum wanita keluar lebih dulu—setelah selesai menunaikan shalat berjamaah di dalam masjid—yang kemudian disusul oleh kaum pria.
Suatu saat, tatkala Rasulullah saw. mengajar di masjid, kaum wanita mengadu kepada beliau, ‘Kami telah dikalahkan oleh kaum pria. Oleh karena itu, hendaklah engkau menyediakan waktu khusus bagi kami satu hari saja’.
Dalil-dalil di atas yang menjadi dasar bahwa asal muasal kehidupan laki-laki dengan wanita itu terpisah (infishol).
Berikutnya, karena dorongan keinginan pemenuhan gharizah berasal dari luar diri manusia dengan adanya stimulus berupa fakta atau pemikiran, maka Islam mencegah atau melarang fakta-fakta terindera ataupun fakta-fakta pemikiran yang bisa merangsang nafsu seksual, seperti:
Islam melarang berkhalwat (berdua-duaan laki-laki dan wanita yang bukan mahrom): “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa ada mahrom wanita tersebut, karena syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Melarang wanita bersolek dan berhias mempercantik diri untuk menonjolkan kecantikannya (tabaruj), memakai wewangian di hadapan laki-laki asing (non mahram)
“Janganlah mereka memukul-mukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur 31)
“Setiap wanita yang menggunakan wewangian, kemudian ia keluar dan melewati sekelompok manusia agar mereka dapat mencium bau harumnya, maka ia adalah seorang pezina” (HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan al-Hakim)
Islam juga mewajibkan wanita ketika keluar rumah untuk menutup aurat:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya” (QS. An-Nur 31)
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS. Al Ahzab 59)
Aturan-aturan itu semua dan yang serupa lainnya, diberikan Islam dalam rangka mencegah agar pemenuhan gharizah an-nau’ nggak hanya berdasar insting, dan nggak memandang lawan jenis hanya dengan pandangan seksual.
Subhanalllah, betapa mulianya kalo aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Siapa yang rindu aturan Islam diterapkan? []